Sempat sih saya tahu tentang kontroversi film
‘’Wanita Berkalung Sorban”. Sebuah film kotroversi yang katanya sih ingin
menyampaikan pesan Emansipasi Wanita khususnya
bagi Muslimah. Tapi entah mengapa baru hari ini (06/11/11) saya sempat menonton
film itu dari awal sampai akhir. Itu pun karena SCTV menayangkannya dengan jeda
iklan yang gak terlalu bikin cape deh.
Tulisan ini mungkin sudah basi bila sekarang saya baru mulai menilai film tersebut. Tapi di balik itu semua. Sebagai penonton, jujur saya
menemukan beberapa adegan cerita begitu menggelitik untuk dikomentari Pertama ketika
Annisa (tokoh utama yang diperankan oleh Revalina S Temat) yang digagalkan oleh
gurunya sendiri saat memenangi voting pemilihan ketua kelas. Keganjalan muncul
ketika sang guru memilih Annisa sebagai calon ketua kelas. Bila memang pada
akhirnya sang guru tak menghendaki seorang ketua kelas itu datang dari golongan
perempuan, lalu dimana kebijaksanan sang guru yang malah mengikutsertakan
Annisa dalam voting pemilihan. Saat sudah menang voting, eh malah sang guru
sendiri yang menggagalkan keinginan Annisa. Dan memilih kandidat lain (yang laki-laki)
sebagai ketua kelas terpilih. Secara psikis, ini justru merusak mental Annisa.
Kejanggalan yang kedua yaitu saat dewan pimpinan
pesantren yang menentang habis keinginan Annisa untuk membuka perpustakaan
modern. Jujur, ini sih terlalu berlebihan. Sepengetahuan saya dari adik saya,
pesantren tak akan membatasi buku-buku modern yang boleh dimasukkan dalam
perpustakaannnya. Selagi buku-buku itu membawa manfaat bagi bara santrinya.
Kalaulah buku-buku itu terkait dengan keindahan bahasa & sastra, ilmu pengetahuan
dan teknologi, wawasan ensiklopedia, saya rasa sebagian besar pesantren akan open minded dengan hal-hal seperti ini.
Tapi mungkin ada sih beberapa pesantren yang masih kaku dengan perkembangan
ilmu yang ada. Cuma itu bukan cerminan pesantren modern saat ini. Saat ini,
saya rasa sebagian pesantren sangat fleksibel dengan keterbukaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
![]() |
source: google |
Saya tak akan banyak membahas perihal peranan
perempuan dalam kehidupan berumah tangga, karena jujur kapasitas saya untuk
berkomentar masih sangatlah cetek. Belum banyak ilmu yang saya dapati tentang
wanita dan peranannya dalam rumah tangga. Tapi bagi saya, (jika suatu saat
nanti saya menikah) saya tak akan mengkungkung peran seorang istri dalam
kehidupan rumah tangga. Bila ia ingin bekerja, saya akan persilahkan. Cuma saya
akan beri dia satu syarat. Jika dia memenuhi syarat ini, saya akan
memproklamirkan bahwa saya meridhoinya. Syaratnya mudah: “Istri boleh bekerja
dan produktif, tapi ia harus tetap standby
di rumah” Terserah baginya, ia mau buka usaha/klinik/berdagang, atau apapun
itu, yang penting sebagian besar waktunya ia habiskan di rumah. Cukuplah saya sebagai penasihat usahanya. Dan bila ia butuh modal, saya sebagai suami akan membantunya sebisa mungkin. Asal ia tak
merasa terbebani dengan pekerjaannya. Bukankah peran mencari nafkah itu sejatinya
tanggung jawab seorang suami?
Beralih ke perihal poligami. Memang Islam
membolehkan laki-laki menikah sampai empat orang istri. Asal saja sang suami dapat
berlaku adil terhadap istri-istrinya. Namun, saya pribadi masih harus berpikir
seribu kali jika hendak memutuskan untuk berpoligami. [Yaiyalah, secara sampai
saat ini masih belum laku2 :’( ] Bagi saya, masih sulit sekali manusia itu
untuk berprilaku adil. Adil bukan saja soal materi yang sama rata, tetapi juga
curahan kasih sayang pada istri-istri yang berpoligami. Selain itu, untuk mengetahui
seberapa sakitnya hati seorang istri
ketika suaminya hendak menikah lagi itu mungkin sama seperti sakitnya anda
ketika anda mendapati ayah anda meminta izin pada ibu kandung anda agar dibolehkan
untuk menikah lagi untuk yang kedua, ketiga atau keempat kalinya. Mungkin anda
akan kecewa mendapati ibu kandung anda bukanlah satu-satunya permaisuri di hati
ayah kandung anda sendiri.
Well, itu semua yang saya tulis hanya opini
saja. Boleh pro, dan monggo bila kontra. Akhirnya, pada Allah saya mohon ampun
bila saya masih terlalu ego.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar