Langsung ke konten utama

Resume Film: Habibie-Ainun (2012)

Foto Bersama Pesawat N250-Gatotkoco, buatan Pak Habibie
20-12-2012, tepat di tanggal cantik itu film Habibie Ainun diputar di seluruh Indonesia. Beberapa hari sebelumnya saat layar coming soon film ini dipajang gede di segitiga Senen, saya pribadi sangat interest, ingin sekali nonton film yang dibintangi oleh Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari ini. Film yang diangkat dari buku best seller “Habibie Ainun” ini merupakan kisah nyata perjalanan hidup seorang Professor Dr. Ing. B.J. Habibie dengan istrinya, Ibu Hasri Ainun Habibie. Disutradai oleh Faozan Rizal, film ini dikemas dengan apik dengan mengambil setting di dua negara, Jerman dan Indonesia.

Film ini mengisahkan tentang perjuangan Bapak Habibie semasa mudanya. Masa dimana beliau memiliki semangat belajar yang begitu gigih saat mengenyam pendidikan di Jerman hingga ia mampu mencapai gelar doktor di salah satu universitas ternama di negeri tersebut. Kisahnya bertambah lengkap pula saat Ibu Hasri Ainun, yang merupakan sosok wanita hebat bagi  Bapak Habibie.

Ibu Ainun, kembang desa paling cantik yang dahulu pernah diejek oleh Bapak Habibie sendiri. Kala itu, Pak Habibie berkata bahwa Ainun itu gadis jelek, hitam kayak gula jawa. Namun apa disangka, Ainun kecil tumbuh menjadi gadis manis yang mampu memikat hati Rudi (sapaan Bapak Habibie waktu muda) saat ia pulang ke Indonesia. Pesona gula jawa yang dulu dihina oleh Bapak Habibie pun berubah menjadi gula pasir. Cantik, Bening. Hehehe^^
Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali pulang, anak gadis orang dinikahi. Mungkin itu pepatah yang cocok saat menggambarkan bagaimana gentlemen-nya seorang Bapak Habibie saat melamar Ibu Ainun. Di dalam becak menuju rumah Ibu Ainun, Rudi mengajak Ainun membina rumah tangga. Mengajaknya tinggal di Jerman. Tanpa menjanjikannya kemewahan. Cukup sederhana. Hidup bersama, membangun rumah tangga. Dengan mantap pula, Ibu Ainun berkata: “Aku tidak berjanji menjadi istrimu yang sempurna. Tapi aku berjanji akan menemanimu selamanya”

Dan kehidupan baru pun dimulai. Saat kedua pasangan muda, Bapak Habibie dan Ibu Ainun, tinggal di sebuah flat sederhana di kota Jerman, masa-masa sulit dilewati bersama. Ibu Ainun dengan setianya berbakti kepada suaminya yang pekerja keras. Dari keduanya, lahir dua orang putra yang amat mereka cintai. Ibu Ainun yang berlatar pendidikan dokter pun ikut membantu suaminya. Ia bekerja menjadi dokter di salah satu rumah sakit di Jerman. Ia adalah seorang dokter spesialis anak.
Ibu Ainun pernah bertanya kepada Bapak Habibie, “Apakah engkau akan tinggal di sini selamanya? Apakah engkau tak ingin membangun negerimu?”  Dengan penuh ketegasan, Bapak Habibie pun menjawab, “Tentu aku akan kembali ke Indonesia. Aku akan membuat pesawat untukmu di sana. Itu janjiku.”

Waktu itu pun tiba, saat Pak Habibie dipanggil untuk memenuhi megaproyek oleh pemerintah untuk menciptakan sebuah pesawat asli anak negeri. Proyek pesawat N250 yang saat itu prototypenya dibangun oleh Bapak Habibie sendiri dengan memakai teknisi aerospace anak negeri.
Tak lama kemudian Bapak Habibie pun terjun ke dunia polik dalam negeri. Bapak Habibie yang pernah menjabat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi, kemudian mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus pada masa orde baru. Saat itu (sekitar tahun 1997-1998) adalah masa dimana marak terjadi kerusuhan di hampir seluruh Indonesia. Secara konstitusional, akhirnya Bapak Habibie (yang pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden) diangkat menjadi presiden R.I. menggantikan Bapak Soeharto. Perihal pengangkatannya sebagai presiden pun tak lepas dari pro dan kontra berbagai pihak. Ada saja pihak yang ingin menjatuhkan beliau pada saat itu. Hingga akhirnya, Bapak Habibie benar-benar mundur dari kursi jabatan kepresidenannya di tahun 1999 karena telah habis masa jabatannya.

Megaproyek pesawat N250 yang telah dirintisnya pun tak berjalan karena tak didukung oleh pemerintah usai kepemimpinannya. Adegan yang begitu mengharukan di dalam film Habibie-Ainun adalah saat Bapak Habibie memasuki hanggar pesawat N250 buatannya di kawasan IPTN. Bersama Ibu Ainun, Habibie menangis dihadapan pesawat yang ia ciptakan. Ia menyesali oknum-oknum yang menggagalkan proyeknya tersebut. Andai ia bisa menerbangkan lebih banyak lagi pesawat N250, tentu negeri ini akan berkembang dan bisa mandiri. Tak perlu bantuan luar negeri.

Habibie seperti berada di titik lelahnya saat itu. Saat ia tidak dipercayai oleh negerinya sendiri. Saat dimana hanya Ainun-lah yang masih menganggapnya ada. Ainun-lah yang mampu mengangkatnya, menyemangatinya dan menjadi sandaran hati baginya. Tak berapa lama Bapak Habibie bersedih atas ketidakpercayaan negerinya sendiri, ia pun meninggalkan Indonesia dan pergi ke Jerman untuk mengenang masa-masa indahnya bersama Ainun di negeri itu. Ibu Ainun yang kala itu telah mengidap kanker ovarium tetap mengunci rapat sakitnya itu di hadapan suaminya. Mereka habiskan waktu bersama di negeri orang, hingga pada waktunya mereka kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, penyakit Ibu Ainun semakin parah. Bapak Habibie yang telah mengetahui perihal sakit istrinya itu langsung membawanya kembali ke Jerman untuk ditangani oleh dokter di sana. Ia berharap ibu Ainun bisa sembuh jika dirawat di rumah sakit di Jerman. Hingga sembilan kali menjalani operasi, pada akhirnya Ibu Ainun harus menghadap Sang Pencipta. Maka, alangkah sedihnya Bapak Habibie, saat ditinggal pergi oleh Ibu Ainun selama-lamanya karena sakit yang dideritanya. Ibu Ainun wafat tanggal 22 Mei 2010 di Jerman tepat di sisi suaminya tercinta, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie. Semoga Ibu Ainun dilapangkan kuburnya. Allahumma aamiin.

Sharing Pengalaman:

Saya punya beberapa koleksi foto waktu saya dinas ke PT Dirgantara Indonesia. Saat itu, oleh pihak PT.DI (Persero) mengizinkan saya mengambil foto di depan pesawat buatan Bapak Habibie. Foto ini saya ambil di pertengahan tahun 2012. Alhamdulillah, saya juga diperkankan masuk di prototype pesawat N250 ini. Subhanallah, Orang Indonesia loh yang buat. Bapak B.J. Habibie...!


Fullbody N250, Karya Pak Habibie

Di ruang kendali N-250
N250


Komentar


  1. kami menerima pembuatan dan pemasangan penghisap asap dapur
    hubungi kami di 081213965753
    IAS GROUP FABRICATION
    .
    Thanks to admin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku: Pernik CInta OSD - SEJUTA PELANGI

Judul Buku           : Pernik Cinta Okisetiana Dewi: SEJUTA PELANGI Penulis                   : Oki Setiana Dewi Penerbit                : Mizania Tebal Buku           : ±294 Halaman Kategori Buku     : Kisah-Kisah Inspiratif Pembangun Jiwa Harga                     : Rp 49.000,- “Sebuah kisah tentang mereka yang memancarkan semangat... Kisah tentang mereka yang berlomba memberi manfaat... Ini tentang para “pelangi” yang mengajarkan makna hidup dengan gradasi warna-warni, ada duka, suka, semangat, senyum, juga cinta. Menyingkap hikmah. Menebar cinta...”           Kutipan kalimat salam pembuka di atas diambil dari buku kedua karya Oki Setiana Dewi yang berjudul: Pernik Cinta Oki Setiana Dewi: SEJUTA PELANGI. Sebuah karya yang ditulis dari bahasa hati seorang gadis kelahiran Batam, 13 Januari 1989. Karya yang begitu luar biasa untuk gadis seusianya. Setelah buku perdananya: Melukis Pelangi,  Kini Oki menelurkan kembali karyanya berjudul: Sejuta Pelangi. Lagi-lagi pa

PENTINGNYA TOTALITAS DALAM MENGGALI POTENSI DIRI

Jangan pernah berpikir untuk mengejar materi, Jangan pernah berpikir untuk mengejar gelar, Jangan pernah berpikir untuk mengejar jabatan... Tapi, berpikirlah bagaimana agar materi, gelar, dan jabatan yang mengejar anda! Bagaimana caranya? TOTALITAS DALAM MENGGALI KOMPETENSI DIRI Ya, Itulah perkataan dari salah seorang narasumber dalam sebuah dialog (red:Untukmu Indonesia) di TVRI. Sayang, saya belum sempat tahu nama dari nara sumber tersebut. Tapi yang pasti, beliau adalah seorang akademisi dari Universitas Indonesia. Saya sangat tertarik untuk menulis tentang arti sebuah totalitas. Bukan berbicara tentang idealisme yang muluk-muluk. Tapi memang saya merasa bahwa totalitas adalah hal penting yang masih saja sulit untuk diaplikasi dalam kehidupan saya secara pribadi. Kutipan perkataan dari narasumber di atas saya yakini kebenarannya. Karena memang saya juga merasa, seringkali totalitas yang saya jalani selama ini masih belum sepenuhnya ‘’total’’. Masih saja ada berbag