“Bila Ibu
tak mendengarkan nasihat dari Bapak yang dahulu pernah bapak sampaikan, mungkin
Ibu tak akan bisa jadi seperti sekarang ini...”
Untuk kesekian kalinya, saya menukilkan kisah Ibunda saya dalam
halaman sederhana blog ini. Sebuah kisah yang mengajarkan saya bahwa terkadang
hidup tak selamanya sesuai dengan rencana yang telah kita miliki. Rencana hebat
sekalipun itu. Terkadang hidup justru berjalan apa adanya. Di luar dugaan.
Hingga pada akhirnya, kita akan tersadarkan, betapa hebatnya rencana Tuhan.
Ibunda. Saat itu ia adalah
seorang wanita muda yang baru saja menikah. Yah, tentulah dengan bapak yang
sampai saat ini masih menemaninya. Sebagai seorang lulusan diploma III akademi
perawat dari sebuah universitas di Sumatera Utara, ibunda juga memiliki
cita-cita. Sebuah cita-cita sederhana. Menjadi perawat di sebuah rumah sakit.
Ketika menikah dengan Bapak,
Ibu sempat bekerja sebagai perawat di rumah sakit di Kota Medan. Saat Bapak memutuskan
untuk hijrah ke Kota Siantar, Ibu-pun kembali mencari lowongan sebagai perawat
di salah satu rumah sakit di kota itu. Alhamdulillah, Ibu kembali diterima
sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta di Kota Siantar.
Bekerja sebagai perawat
dengan status honorer, semakin hari semakin berat dirasakan oleh Ibunda.
Apalagi setahun setelah pernikahannya, Ibu telah dikaruniai seorang bayi
laki-laki yang kini menjadi abangda saya. Berat rasanya. Harus bekerja dengan
intensitas pekerjaan yang melelahkan sambil mengasuh seorang anak. Namun karena
pengabdian, Ibu pun tetap menjalani.
Penghasilan yang Ibu peroleh
dari pekerjaannya saat itu memang-lah tak seberapa. Hal ini pula-lah yang telah
memotivasi Ibu untuk ikut ujian penerimaan CPNS Kementerian Kesehatan saat itu.
Hingga pada akhirnya, Ibu mengutarakan keinginannya pada Bapak untuk ikut dalam
test penerimaan CPNS Kemenkes saat itu.
Sayang seribu sayang.
Keinginan Ibunda tak sejalan dengan apa yang Bapak inginkan. Bak gayung tak
bersambut, Bapak tak mengizinkan Ibu untuk ikut dalam test penerimaan CPNS saat
itu. Bapak merasa bahwa Ibu tak semestinya memikirkan masalah nafkah keluarga. Karena
itu telah menjadi tanggung jawab penuh dirinya. Saat itu, bapak malah meminta
Ibu untuk resign dari pekerjaannya yang
selama ini ia jalani. Entah apa yang Ibu rasakan saat itu. Sebuah penolakan justru datang dari orang yang paling ia sayang. Hingga pada akhirnya, tak lama setelah kelahiran saya
(anak kedua), Ibu pun benar-benar harus resign
dari pekerjaannya.
Pekerjaan mulia sebagai ibu
rumah tangga-pengurus keluarga-mulai Ibu jalani. Mungkin di dalam hati Ibu, ada
sebersit rasa sedih karena ia harus mengubur dalam dalam cita-citanya.
Melupakan apa gunanya ijazah. Dan mencoba menjadi Ibu yang baik bagi dua jagoan
kecil yang jarak usianya hanya terpaut satu tahun.
Dan kehidupan pun terus berjalan.
Di rumah sederhana itu, Ibu mengasuh dua putranya. Di rumah sederhana itu, Ibu
tetap membantu Bapak. Ia tak ingin selamanya menganggur. Ia tak ingin hidupnya
tanpa kegiatan. Ia pun mulai memutar otak mencari peluang. Mulai dari membuat keripik
pisang lalu menjualnya di warung-warung,
membuat es lilin untuk dijual. Apapun yang bisa Ibu lakukan akan ia lakukan
demi mencari kesibukan di rumah.
Namun, Ibu tetaplah ibu. Ia
masih juga memendam keinginannya untuk tidak melupakan ilmu terapannya. Tangannya
seakan menuntutnya untuk tetap menjadi tenaga medis. Namun, ia bukanlah dokter.
Ia hanyalah lulusan akademi keperawatan. Jauh bermimpi bila ingin membuka
sebuah praktek pengobatan.
Namun Allah berkehendak
lain. Meskipun Ibu hanyalah lulusan akademi keperawatan, Allah sedikit demi
sedikit membuka jalan bagi Ibunda. Memberikan Ibu kesempatan untuk meneruskan
cita-citanya yang tertunda. Cita-cita sebagai tenaga medis bagi masyarakat
luas.
Ide itu justru muncul dari
Bapak. Ia sangat memahami apa yang Ibu inginkan. Akan tetapi, ibu masih belum
berani untuk mewujudkan. Membuka praktek pengobatan. Ibu tak memiliki
keberanian karena memang mantan perawat sepertinya belumlah memiliki izin untuk
membuka praktek pengobatan. Namun dengan dorongan yang Bapak berikan, akhirnya
Ibunda pun mau mencobanya. Dengan niat membantu masyarakat dalam pelayanan
kesehatan murah, Ibu-pun memulainya.
Diawali dengan membeli
sebuah almari obat dan meja pasien seadanya, Bapak menyulap ruang tamu rumah
sederhana itu menjadi ruang praktek bagi ibu. Bermodalkan ilmu selama
pendidikan dan bekerja beberapa tahun di rumah sakit, akhirnya perlahan demi perlahan
keberadaan ibu mendapat perhatian dari masyarakat sekitar. Satu per satu pasien
ibu berdatangan. Lewat mulut ke mulut, praktek pengobatan Ibu-pun mulai dikenal
masyarakat sekitar.
Sebagai seorang suami,
Bapak-lah orang yang senantiasa memberi dukungan kepada Ibu. Bapak pula-lah
yang selama ini rela menjadi kurir obat-obatan yang dipesan Ibu dari apotek
langganannya. Kini telah menjadi rutinitas bagi Bapak untuk menyempatkan diri
berbelanja obat-obatan setiap bulannya di apotek tersebut.
Mungkin dahulu terkesan
Bapak sempat menghalang-halangi apa yang Ibu cita citakan. Tapi saya yakin,
saat ini Bapak adalah pria yang paling Ibunda cintai di dunia karena lewat
Bapak-lah usaha Ibunda telah maju seperti saat ini. I love you, Mom. I love you, Dad. I love for everything you both teach for me.
Aku ada temen yang mungkin kisahnya hampir mirip2 sama kisah yoga. Si istri ga dibolehin kerja sama suaminya. Jadi dia sibuk di rumah urus rumah aja. Akhirnya selang 1 tahun setelah anaknya dah lahir, dia dibolehkan membuka ol shop. skrg keuntungan per bulannya 20 juta :D padahal itu kerja dari rumah aja. Ya, restu suami itu memang surganya istri, hehe. smangat selalu buat ibunya ya :)
BalasHapuscerita yang inspiratif dari mbak Ila dan mas Yoga :)
HapusMakasih mbak Ila... Semoga kita senantiasa dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian yang pernah kita alami... :)
HapusAsik Tada nulis lagi ^^
BalasHapusterharu baca cerita ttg ibumu Tada, emang surga wanita ya di tangan suaminya... :')
ditunggu pengumumannya yah ^^
wah, bagus mas ceritanya, kalo di tempat saya, perawat yang buka praktek namanya mantri ^^
BalasHapussalam kenal mas, semoga sukses di GA nya ^^
Terharu bacanya ...
BalasHapussalam