Langsung ke konten utama

JANGAN RUSAK KEPOMPONGNYA!



Suatu hari, seorang anak kecil sedang bermain di kebun belakang rumahnya. Ia menemukan sebuah kepompong tua yang bertengger pada sebuah daun. Ia memperhatikan kepompong tersebut dengan seksama. Disana, ia melihat bahwa kepompong tua itu sedang mencoba membuka dirinya. Ya, kepompong tersebut memang sudah berisi kupu-kupu yang siap meretas. Menit demi menit ia perhatikan perkembangan kepompong itu. Muncul seekor calon kupu-kupu yang terlihat begitu kesulitan saat hendak keluar dari cangkang kepompongnya sendiri.

Melihat hal tersebut, anak kecil tadi merasa kasihan dengan penderitaan calon kupu-kupu tersebut. Dengan lugunya, ia mengambil pisau kecil dari dapur rumahnya. Dengan maksud membantu kupu-kupu tersebut, anak kecil itupun merusak cangkang kepompong sedikit demi sedikit dengan pisaunya. Dan berhasil! Calon kupu-kupu pun telah keluar dari bungkus kepompong tuanya. Namun apa yang terjadi setelahnya? Kupu-kupu yang telah meretas tersebut bukanlah terbang sesuai dengan kodratnya. Tapi malah terjatuh ke tanah. Selidik punya selidik, ternyata kupu kupu malang itu telah mengalami gangguan dalam metamorphosisnya. Otot sayapnya belum cukup umur untuk bisa terbang. Dan akhirnya ia mati, sebelum sempat ia terbang sesuai kodratnya sebagai kupu-kupu.
*********************************

Itu adalah potongan kisah yang saya dapat saat mengikuti seminar dari motivator Bong Chandra dengan tema ‘’Life Metamorphosis’’. Kisah di atas menggambar bagaimana seekor kupu-kupu yang hendak bermetamorfosis ,namun justru mengalami gangguan saat seorang anak membantunya keluar dari kepompongnya.

Manusia dalam menjalani kehidupannya juga melewati sebuah fase metamormosis seperti yang dialami kupu-kupu. Cuma yang membedakannya adalah kupu kupu bermetamorfosis secara fisik, yaitu dari ulat menjadi kepompong muda, lalu menjadi kepompong tua dan meretas menjadi kupu-kupu. Sedangkan manusia mengalami metamorfosis secara mental, akal & pikirannya. Tanpa disadari, kita sering melihat banyak di antara kita yang telah merusak proses metamorfosis mental, akal & pikiran kita dengan berbagai macam kemudahan. Banyak di antara kita yang ingin meraih suatu tujuan secara instan. Hidup pun seakan berjalan tanpa melalui proses yang semestinya.

Contoh kecil dalam kehidupan bisa dilihat saat pelaksanaan Ujian Akhir Nasional untuk serta didik SD-SMA. Banyak sekali kecurangan terjadi di dalamnya. Misalnya: adanya gerakan contek masal, adanya bocoran soal berupa sms kunci jawaban yang menyebar sebelum pelaksanaan ujian, dan tindakan kecurangan lainnya. Ini merupakan bukti betapa mental kita telah kita rusak sendiri dengan perilaku-perilaku curang seperti yang disebutkan di atas. Dengan dalih agar para anak didik bisa lulus UN, semua pihak seakan bersinergi terhadap kecurangan tersebut. Padahal bila ditelaah secara psikologi, saat kecurangan itu kita lakukan, saat itu pulalah kita telah merusak proses metamorfosis para anak-didik, Kita mengajarkan suatu tindakan yang tak sepatutnya. Hingga akhirnya suatu saat nanti, kecurangan tersebut akan dilakukan pada anak, cucu di bawahnya.

Selayaknyalah manusia memahami bahwa hidup adalah proses yang memang harus dijalani sesuai dengan koridornya. Hidup itu tak bisa instan. Butuh proses untuk sampai pada tujuan akhirnya. Mungkin bisa saja kita melakukan tindakan kecurangan demi meraih suatu tujuan, tapi yakinlah apa yang kita lakukan itu tak akan membawa kebahagiaan yang hakiki. Pasti akan ada ketidakmatangan mental, akal & pikiran terhadap setiap kecurangan yang kita perbuat. Untuk itulah seharusnya kita menjalani setiap fase metamorfosis itu dengan penuh tanggung jawab. Bila ada rasa sakit, jenuh, atau penderitaan apapun di dalamnya, jadikanlah itu sebuah proses untuk menempa diri kita menjadi pribadi yang kuat dan lebih matang secara mental dan pikiran. InsyaAllah! Tetaplah bertekad untuk tidak merusak kepompongnya.

Wallau’alam

Salam TpoG,
Ihtada Yogaisty

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Film: Habibie-Ainun (2012)

Foto Bersama Pesawat N250-Gatotkoco, buatan Pak Habibie 20-12-2012, tepat di tanggal cantik itu film Habibie Ainun diputar di seluruh Indonesia. Beberapa hari sebelumnya saat layar coming soon film ini dipajang gede di segitiga Senen, saya pribadi sangat interest , ingin sekali nonton film yang dibintangi oleh Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari ini. Film yang diangkat dari buku best seller “Habibie Ainun” ini merupakan kisah nyata perjalanan hidup seorang Professor Dr. Ing. B.J. Habibie dengan istrinya, Ibu Hasri Ainun Habibie. Disutradai oleh Faozan Rizal, film ini dikemas dengan apik dengan mengambil setting di dua negara, Jerman dan Indonesia. Film ini mengisahkan tentang perjuangan Bapak Habibie semasa mudanya. Masa dimana beliau memiliki semangat belajar yang begitu gigih saat mengenyam pendidikan di Jerman hingga ia mampu mencapai gelar doktor di salah satu universitas ternama di negeri tersebut. Kisahnya bertambah lengkap pula saat Ibu Hasri Ainun, yang merupakan sos

Resensi Buku: Pernik CInta OSD - SEJUTA PELANGI

Judul Buku           : Pernik Cinta Okisetiana Dewi: SEJUTA PELANGI Penulis                   : Oki Setiana Dewi Penerbit                : Mizania Tebal Buku           : ±294 Halaman Kategori Buku     : Kisah-Kisah Inspiratif Pembangun Jiwa Harga                     : Rp 49.000,- “Sebuah kisah tentang mereka yang memancarkan semangat... Kisah tentang mereka yang berlomba memberi manfaat... Ini tentang para “pelangi” yang mengajarkan makna hidup dengan gradasi warna-warni, ada duka, suka, semangat, senyum, juga cinta. Menyingkap hikmah. Menebar cinta...”           Kutipan kalimat salam pembuka di atas diambil dari buku kedua karya Oki Setiana Dewi yang berjudul: Pernik Cinta Oki Setiana Dewi: SEJUTA PELANGI. Sebuah karya yang ditulis dari bahasa hati seorang gadis kelahiran Batam, 13 Januari 1989. Karya yang begitu luar biasa untuk gadis seusianya. Setelah buku perdananya: Melukis Pelangi,  Kini Oki menelurkan kembali karyanya berjudul: Sejuta Pelangi. Lagi-lagi pa

PENTINGNYA TOTALITAS DALAM MENGGALI POTENSI DIRI

Jangan pernah berpikir untuk mengejar materi, Jangan pernah berpikir untuk mengejar gelar, Jangan pernah berpikir untuk mengejar jabatan... Tapi, berpikirlah bagaimana agar materi, gelar, dan jabatan yang mengejar anda! Bagaimana caranya? TOTALITAS DALAM MENGGALI KOMPETENSI DIRI Ya, Itulah perkataan dari salah seorang narasumber dalam sebuah dialog (red:Untukmu Indonesia) di TVRI. Sayang, saya belum sempat tahu nama dari nara sumber tersebut. Tapi yang pasti, beliau adalah seorang akademisi dari Universitas Indonesia. Saya sangat tertarik untuk menulis tentang arti sebuah totalitas. Bukan berbicara tentang idealisme yang muluk-muluk. Tapi memang saya merasa bahwa totalitas adalah hal penting yang masih saja sulit untuk diaplikasi dalam kehidupan saya secara pribadi. Kutipan perkataan dari narasumber di atas saya yakini kebenarannya. Karena memang saya juga merasa, seringkali totalitas yang saya jalani selama ini masih belum sepenuhnya ‘’total’’. Masih saja ada berbag