Langsung ke konten utama

PENTINGNYA TOTALITAS DALAM MENGGALI POTENSI DIRI

Jangan pernah berpikir untuk mengejar materi,
Jangan pernah berpikir untuk mengejar gelar,
Jangan pernah berpikir untuk mengejar jabatan...
Tapi, berpikirlah bagaimana agar materi, gelar, dan jabatan yang mengejar anda!
Bagaimana caranya?
TOTALITAS DALAM MENGGALI KOMPETENSI DIRI


Ya, Itulah perkataan dari salah seorang narasumber dalam sebuah dialog (red:Untukmu Indonesia) di TVRI. Sayang, saya belum sempat tahu nama dari nara sumber tersebut. Tapi yang pasti, beliau adalah seorang akademisi dari Universitas Indonesia.
Saya sangat tertarik untuk menulis tentang arti sebuah totalitas. Bukan berbicara tentang idealisme yang muluk-muluk. Tapi memang saya merasa bahwa totalitas adalah hal penting yang masih saja sulit untuk diaplikasi dalam kehidupan saya secara pribadi.

Kutipan perkataan dari narasumber di atas saya yakini kebenarannya. Karena memang saya juga merasa, seringkali totalitas yang saya jalani selama ini masih belum sepenuhnya ‘’total’’. Masih saja ada berbagai macam pikiran mengenai imbalan/keuntungan/ataupun feedback lainnya yang terkesan sangat materialistik di setiap goal yang ingin saya capai. Entah itu mental saya pribadi, atau memang mental orang Indonesia pada umumnya. Hal ini saya rasa sejalan juga dengan berkembangnya berbagai macam konsep undian berhadiah di televisi-televisi swasta di Indonesia. Yang menawarkan iming-iming keuntungan secara instan, padahal semuanya itu ‘’nothing’’. Masyarakat sepertinya diarahkan ke sebuah paradigma bagaimana bisa kaya secara instan, cepat dan mendadak. Hah!  Capek bila harus menuruti apa kemauan televisi. Lebih baik kita mulai sekarang belajar, bagaimana agar kaya secara komprehensip. Ya itu tadi. Belajar kaya, dengan sebuah TOTALITAS.

Saya mau ambil sebuah contoh kecil mengenai totalitas. Saya akan berbicara tentang sebuah totalitas dalam menembus gerbang PTN yang diidam-idamkan oleh lulusan SMA. Sepenuhnya saya meyakini bahwa sebagian besar dari mereka yang lulus dalam ujian SMNPTN dan dan bisa kuliah di tempat yang mereka favoritkan adalah mereka-mereka yang sebelumnya total dalam meraih impian. Tentu mereka pernah merasakan bagaimana perjuangan mereka selama di bangku SMA mengikuti berbagai macam bimbingan pelajaran yang sangat melelahkan. Mereka terus mengasah kemampuan mereka dalam setiap tryout SMNPTN. Mereka menghabiskan banyak dana untuk itu semua. Ini adalah salah satu contoh kecil sebuah totalitas.

Dalam sebuah totalitas memang diperlukan waktu. Alokasi waktu untuk sebuah totalitas adalah modal utama bagi mereka yang menyadari bahwa waktu itu sangat berarti. Mereka yang total akan selalu menjadikan waktunya sebagai kesempatan untuk terus mengasah kompetensinya. Bila ia penulis, secara total ia akan mengalokasikan waktunya untuk menulis. Bila ia atlet bela diri, ia juga akan mengalokasikan waktunya untuk berlatih. Ya, sebuah totalitas tidaklah datang dengan cara instan. Totalitas berjalan bersamaan ketekunan dan kegigihan yang tetap membutuhkan waktu.

Saya jadi teringat dengan cerita lainnya. Sebuah cerita tentang salah seorang tokoh dalam novel 5Cm karya Dhonny Dhirgantoro. Tentang sosok Ian, seorang mahasiswa senior yang tak kunjung lulus dari kampusnya karena kebanyakan bermain dengan teman-temannya. Selain itu, hobinya nonton film (maaf: porno) menjadikan ia tak fokus menyelesaikan skripsinya.  Namun, hidayah itu datang ketika Ian harus ‘’berpuasa’’ bertemu dengan satu gengnya selama 3 bulan. Ia bertekad dalam hatinya untuk bisa menyelesaikan skripsinya dalam waktu 3 bulan dan segera lulus dari kampusnya. Selama dua bulan ia harus menggarap 4 bab skripsinya. Itulah perintah dari dosen pembimbing Ian. Secara mental mungkin Ian belum siap melihat Ian dulunya kebanyakan main daripada belajar. Tapi, dengan tekad yang kuat Ian akhirnya mampu menjalaninya. Meski awalnya Ian dihadapkan dengan berbagai persoalan tentang penolakan kuesioner penelitiannya. Ian tak pernah menyerah, hingga pertolongan Allah datang lewat seorang kenalan barunya di sebuah warung. Ian secara total menggarap skripsinya. Ia mengekang niatnya untuk bermain dengan teman satu gengnya. Ia tidak membuka folder film birunya. Ia tahan semua kesenangannya. Demi sebuah impian, lulus dari kampus!

Begitulah bila totalitas telah bekerja. Impian apapun pasti bisa di raih. Saya menulis ini sejujurnya adalah sebuah motivasi bagi saya pribadi. Semoga yang membaca tulisan ini juga ikut termotivasi. Dan bisa menerapkan totalitas dalam setiap kegiatan yang kita jalani. Amin ya Allah!

Salam TPoG,
Ihtada Yogaisty

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Donor Darah: Menyehatkan!

sumber foto: http://ilhamkizaru.blogspot.com Hari ini (03/01/2013) adalah hari yg sangat cerah saat aku berangkat menuju ke kantor. Badan segar sehabis berolahraga dan mandi pagi menjadikan langkah kaki terasa ringan saat berangkat ke kantor. Tiba di pintu gerbang kantor, mataku tertuju pada sebuah banner pengumuman “Donor Darah Rutin Kementerian Keuangan” yang akan dilaksanakan pada hari Selasa, 8 Januari 2013 di gedung B (RM.Notohamiprodjo ) pukul 08.30 s.d. selesai di Komplek Kementerian Keuangan di Jalan Wahidin no.1 Jakarta Pusat. Mengetahui pengumuman tersebut, aku pun langsung saja memasang niat dalam hati untuk mengikuti kegiatan donor darah tersebut. Alhamdulillah, sebelumnya aku sudah pernah 2 kali donor darah di acara yang sama yang diselenggarakan oleh PMI yang bekerjasama dengan Kementerian Keuangan. Jarak waktu donor ke donor berikutnya kurang lebih 3 bulan. Tentunya dengan persyaratan kondisi fisik serta keadaan darah yang dibutuhkan. Singkat cerita tanpa d...

Cita-Cita Ibunda

“Bila Ibu tak mendengarkan nasihat dari Bapak yang dahulu pernah bapak sampaikan, mungkin Ibu tak akan bisa jadi seperti sekarang ini...” Untuk kesekian kalinya, saya menukilkan kisah Ibunda saya dalam halaman sederhana blog ini. Sebuah kisah yang mengajarkan saya bahwa terkadang hidup tak selamanya sesuai dengan rencana yang telah kita miliki. Rencana hebat sekalipun itu. Terkadang hidup justru berjalan apa adanya. Di luar dugaan. Hingga pada akhirnya, kita akan tersadarkan, betapa hebatnya rencana Tuhan. Ibunda. Saat itu ia adalah seorang wanita muda yang baru saja menikah. Yah, tentulah dengan bapak yang sampai saat ini masih menemaninya. Sebagai seorang lulusan diploma III akademi perawat dari sebuah universitas di Sumatera Utara, ibunda juga memiliki cita-cita.  Sebuah cita-cita sederhana. Menjadi perawat di sebuah rumah sakit. Ketika menikah dengan Bapak, Ibu sempat bekerja sebagai perawat di rumah sakit di Kota Medan. Saat Bapak memutuskan untuk hijrah ke Kota ...