Langsung ke konten utama

PERFECTIONISM IS NOTHING



Semasa di bangku sekolah (SD, SMP, SMA bahkan Kuliah) dan mungkin juga hingga kini, saya mengakui adanya kecenderungan sifat perfeksionis dalam diri saya. Kalau boleh saya mendefinisikan, perfeksionis adalah sifat seseorang yang ingin tampil dalam kesempurnaan pencapaian, tidak ingin terlihat adanya kekurangan, atau paling tidak harus sama dengan apa yang orang lain perbuat bila itu suatu keharusan bersama. 

Memang dahulu saya berpikir bahwa adanya sifat ini dalam diri saya seharusnya menambah nilai lebih saya atas pencapaian-pencapain dalam hidup ini. Bila ada tekad untuk tampil sempurna, itu merupakan prestasi besar. Itulah yang dulu saya rasa. Namun, setelah melalui perenungan panjang yang saya alami, saya mengalami sebuah distorsi antara sifat perfeksionis dengan tujuan hidup yang saya inginkan. Ada gap yang membuat sifat ini tak sejalan dengan tujuan hidup saya. Mungkin kalau saya berbicara tentang tujuan hidup, secara universal manusia akan menjawabnya dengan jawaban ‘’Bahagia di dunia dan di akhirat’’. Begitupun saya. Perlahan tapi pasti, saya mulai memahami bahwa sifat perfeksionis itu tak sepenuhnya mendukung tujuan hidup saya, yaitu Meraih Kebahagiaan (Baik di Dunia, Ataupun di Akhirat nantinya).

Dalam perenungan, saya berpikir apa yang menyebabkan saya berlaku sedemikian freak-nya. Saya coba untuk berpikir jernih. Berdamai dengan hati. Memulainya dengan mensinkronisasikan antara akal pikiran dan hati. Ada sebuah perdebatan hebat antara hati dan pikiran. Hati yang cenderung memihak kepada fitrah manusia sebagai makhluk yang kadang salah, kadang juga lupa. Sedangkan pikiran masih saja didominasi dengan egoisme diri tentang kesempurnaan dalam hidup.

Dari perjalanan hati dan pikiran tersebut, saya memetik beberapa konklusi mengenai sifat perfeksionis, dan juga fitrah manusia sebagai makhluk yang kadang salah/khilaf, kadang lupa. 
Berikut ini penjabarannya:

1. Sifat perfeksionis dapat dikatakan sebagai wujud keangkuhan yang sering tidak disadari oleh manusia . Sifat ini menentang fitrahnya sebagai makhluk yang kadang bisa saja khilaf ataupun lupa. Keinginannya untuk mencapai kesempurnaan menentang kodratnya sebagai manusia yang memiliki batas kemampuan diri dalam melakukan sesuatu.

2. Biasanya sifat perfeksionis yang menonjol akan mengarahkan manusianya untuk menguras habis tenaga dan pikirannya sehingga ia menjalani hidupnya secara tidak harmonis, selalu tertekan, dan sering bersusah hati bila keinginannya belum tercapai. Selalu banyak pertimbangan dalam benaknya untuk mencapai hasil yang sempurna.

3. Adanya standar kesempurnaan yang dipatok oleh sang perfect secara perlahan menjadikan dirinya senantiasa memandang rendah orang-orang di sekitarnya yang jauh di bawahnya dalam hal pencapaian. Fase ini adalah fase yang paling berbahaya, karena sang perfect selalu menganggap remeh orang lain dalam melakukan pekerjaan yang sama. Na’udzubillahi mindzalik.

4. Sebenarnya sifat perfeksionis dapat diarahkan kepada suatu kebaikan dalam sebuah pencapaian, dengan syarat adanya ketawakkalan (berserah diri) pada Allah atas segala usaha yang telah diupayakannya. Namun, sebagian besar mereka yang perfect justru sering melupakan Tuhannya dalam setiap hal capain-capainnya. Mereka cenderung mengandalkan kemampuannya yang terbatas.

5. Kebanyakan para perfect sulit sekali menerima masukan dari orang lain. Hal ini mungkin karena adanya egoisme kesempurnaan yang mendominasi dirinya sehingga mereka selalu menganggap saran orang lain hanyalah masukan yang kurang perlu dipertimbangkan.

Jikalau sudah begitu. Bagaimana cara bijak mengatasi/menetralisir sifat perfeksionis ini?
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menetralisir sifat perfeksionis dalam diri seseorang. Pertama, alangkah bijaknya bagi para perfect untuk selalu menjadikan tawakal kepada Allah sebagai barometer utama pencapaiannya. Bekerja secara maksimal adalah baik. Alangkah baiknya lagi bila kerja keras itu diiringi dengan keberserahdirian kepada Allah sebagai Sang Maha Penentu. Karena hanya Allah-lah yang memahami apa yang terbaik untuk hamba-hambaNya. Dalam Q.S. Al-Baqoroh 216 Allah juga menyatakan: ‘’... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Kedua, hilangkanlah rasa angkuh atas kemampuan yang dimiliki. Sebab bila engkau menyadari, keangkuhan justru akan membuatmu tertekan dalam setiap pencapaianmu.

Ketiga, cobalah untuk tidak memonopoli pikiran secara berlebihan dalam pencapaian anda. Libatkanlah kata hati, karena sejatinya kata hati cenderung mengarah kepada fitrah manusia.

Semoga kita bisa terus berbenah diri. Selalu berintrospeksi diri. Dan menjadikan Al-Islam sebagai The Way of Life untuk menuju kebahagian yang hakiki. InsyaAllah. Amiin ya Allah.

Wallahu’alam

Salam TpoG,
Ihtada Yogaisty

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Donor Darah: Menyehatkan!

sumber foto: http://ilhamkizaru.blogspot.com Hari ini (03/01/2013) adalah hari yg sangat cerah saat aku berangkat menuju ke kantor. Badan segar sehabis berolahraga dan mandi pagi menjadikan langkah kaki terasa ringan saat berangkat ke kantor. Tiba di pintu gerbang kantor, mataku tertuju pada sebuah banner pengumuman “Donor Darah Rutin Kementerian Keuangan” yang akan dilaksanakan pada hari Selasa, 8 Januari 2013 di gedung B (RM.Notohamiprodjo ) pukul 08.30 s.d. selesai di Komplek Kementerian Keuangan di Jalan Wahidin no.1 Jakarta Pusat. Mengetahui pengumuman tersebut, aku pun langsung saja memasang niat dalam hati untuk mengikuti kegiatan donor darah tersebut. Alhamdulillah, sebelumnya aku sudah pernah 2 kali donor darah di acara yang sama yang diselenggarakan oleh PMI yang bekerjasama dengan Kementerian Keuangan. Jarak waktu donor ke donor berikutnya kurang lebih 3 bulan. Tentunya dengan persyaratan kondisi fisik serta keadaan darah yang dibutuhkan. Singkat cerita tanpa d...

Cita-Cita Ibunda

“Bila Ibu tak mendengarkan nasihat dari Bapak yang dahulu pernah bapak sampaikan, mungkin Ibu tak akan bisa jadi seperti sekarang ini...” Untuk kesekian kalinya, saya menukilkan kisah Ibunda saya dalam halaman sederhana blog ini. Sebuah kisah yang mengajarkan saya bahwa terkadang hidup tak selamanya sesuai dengan rencana yang telah kita miliki. Rencana hebat sekalipun itu. Terkadang hidup justru berjalan apa adanya. Di luar dugaan. Hingga pada akhirnya, kita akan tersadarkan, betapa hebatnya rencana Tuhan. Ibunda. Saat itu ia adalah seorang wanita muda yang baru saja menikah. Yah, tentulah dengan bapak yang sampai saat ini masih menemaninya. Sebagai seorang lulusan diploma III akademi perawat dari sebuah universitas di Sumatera Utara, ibunda juga memiliki cita-cita.  Sebuah cita-cita sederhana. Menjadi perawat di sebuah rumah sakit. Ketika menikah dengan Bapak, Ibu sempat bekerja sebagai perawat di rumah sakit di Kota Medan. Saat Bapak memutuskan untuk hijrah ke Kota ...

PENTINGNYA TOTALITAS DALAM MENGGALI POTENSI DIRI

Jangan pernah berpikir untuk mengejar materi, Jangan pernah berpikir untuk mengejar gelar, Jangan pernah berpikir untuk mengejar jabatan... Tapi, berpikirlah bagaimana agar materi, gelar, dan jabatan yang mengejar anda! Bagaimana caranya? TOTALITAS DALAM MENGGALI KOMPETENSI DIRI Ya, Itulah perkataan dari salah seorang narasumber dalam sebuah dialog (red:Untukmu Indonesia) di TVRI. Sayang, saya belum sempat tahu nama dari nara sumber tersebut. Tapi yang pasti, beliau adalah seorang akademisi dari Universitas Indonesia. Saya sangat tertarik untuk menulis tentang arti sebuah totalitas. Bukan berbicara tentang idealisme yang muluk-muluk. Tapi memang saya merasa bahwa totalitas adalah hal penting yang masih saja sulit untuk diaplikasi dalam kehidupan saya secara pribadi. Kutipan perkataan dari narasumber di atas saya yakini kebenarannya. Karena memang saya juga merasa, seringkali totalitas yang saya jalani selama ini masih belum sepenuhnya ‘’total’’. Masih saja ada berbag...