Langsung ke konten utama

BELAJAR QUR'AN SEPANJANG HAYAT



“Nanti hari Senin, 3 Oktober, kita mulai lagi ya tadarusannya!’’ terdengar olehku ajakan seorang kakek yang memintaku untuk mengikuti kembali kajian Al-Qur’an yang selama Ramadhan kemarin telah kami rutinkan. Memang sebelumnya saya telah mendengar desas desus kabar bahwa kajian Al-Qur’an yang telah kami laksanakan di bulan Ramadhan akan kembali dirutinkan pasca Ramadhan. Ini adalah inisiatif sekaligus ajakan dari salah seorang ustadz yang menjadi pembimbing kami untuk mengaji Al-Qur’an. Sang ustadz pembimbing sangat mengharapkan adanya sebuah majelis ilmu yang di dalamnya dibacakan ayat-ayat Allah. Semua elemen yang memakmurkan masjid pun diundang untuk itu.

Sewaktu Ramadhan, masjid sangat ramai dikunjungi oleh mereka yang ingin belajar Al-Qur’an. Namun kenyataan yang saya dapatkan pada hari perdana pembukaan majelis Al-Qur’an sangat diluar perkiraan. Tampak pada acara perdana tersebut hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya. Mungkin sekitar sepuluhan orang. Namun, yang pasti hanya ada beberapa orang tua paruh baya, saya dan seorang sahabat saya yang menghadiri majelis itu. Sedikit memang jamaahnya. Tapi, sang ustadz pembimbing tetap saja bisa meneguhkan hati kami untuk tetap melanjutkan majelis Al-Qur’an tersebut meski hanya dalam sebuah lingkaran kecil.

Majelis Al-Qur’an ini adalah sebuah forum pertemuan yang dilaksanakan setiap senin malam di Masjid daerah saya tinggal. Di dalamnya, setiap jamaah diharuskan membaca Al-Qur’an secara benar makhrojul hurf dan tajwidnya. Satu per satu jamaah menghadap ustadz pembimbing lalu membacakan ayat-ayat Allah sesuai kapasitas membacanya. Sang ustadz perlahan membenahi tiap tiap bacaan yang salah dalam pelafazannya.
Tampak di hadapanku, jajaran orang tua yang memiliki azzam yang besar untuk mau belajar membaca Al-Qur’an. Ada yang lancar membacanya. Ada yang terbata-bata. Bahkan ada yang masih salah dalam pelafadzan makhrojul hurf-nya. Meski setiap jamaah memiliki kualitas bacaan yang berbeda-beda, hal tersebut tak lantas menjadikan forum terasa berbeda. Justru di sinilah jamaah dapat saling mengkoreksi bacaannya. Ukhuwah pun terjalin indah di dalamnya.

Sempat terdengar celetukan seorang bapak yang berkata bahwa sulit sekali belajar Al-Qur’an di usia lanjut seperti usianya. Huruf Al-Qur’an terlihat tak ada bedanya satu sama lainnya. Buram adanya! Namun begitu, menyesali waktu muda yang enggan mempelajari Al-Qur’an merupakan hal yang tak ada gunanya. Lebih baik kita pergunakan waktu yang ada untuk memperbaiki cara kita  membaca Qur’an.  Semangatnya yang kuat untuk tetap belajar meski usianya telah senja membuatku tambah bersemangat mengikuti majelis ini.

Sempat terbersit keprihatinan di hati ini. Saya prihatin melihat sedikitnya jumlah jamaah muda (pemuda) yang mengikuti kajian Al-Qur’an ini. Padahal jika melihat ghiroh para orang tua yang hendak belajar Al-Qur’an ini, sungguh membuat saya malu pada diri saya pribadi. Saya malu karena dalam mempelajari Al-Qur’an saya masih sering bermalas-malasan. Sering kali pula saya mencari berbagai alasan untuk mengundur-undur waktu belajar Al-Qur’an. ‘’Ntar sajalah. Masih panjang waktu untuk belajar Al-Qur’an’’ Pikiran inilah yang dulu sering terbersit kala kefuturan akan Al-Qur’an datang melanda. Padahal saya sendiri menyadari. Betapa banyak yang harus saya perbaiki saat saya membaca Al-Qur’an. Entah itu makhrojul hurf-nya maupun tajwidnya masih banyak yang harus dibenahi. Astaghfirullah, semoga Allah senantiasa mengingatkan kita untuk selalu dekat dengan Al-Qur’an. Selalu cinta untuk mentadabburinya, selalu setia untuk mengamalkannya, dan senantiasa mengajarkannya pada orang lain. Amiin Ya Allah. 



Allahummarhamna bil Quran
Waj‘alhu lana imamawwa nurawwa hudawwa rahmah
Allahumma dzakkirna minhu ma nasina 
Wa ‘alimna minhu ma jahilna 
Warzuqna tilawatahu ana’al-laili wa athrafannahar
Waj‘alhu lana hujjatan ya rabbal ‘alamin




Wallahu'alam

Salam TPoG,
Ihtada Yogaisty

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Donor Darah: Menyehatkan!

sumber foto: http://ilhamkizaru.blogspot.com Hari ini (03/01/2013) adalah hari yg sangat cerah saat aku berangkat menuju ke kantor. Badan segar sehabis berolahraga dan mandi pagi menjadikan langkah kaki terasa ringan saat berangkat ke kantor. Tiba di pintu gerbang kantor, mataku tertuju pada sebuah banner pengumuman “Donor Darah Rutin Kementerian Keuangan” yang akan dilaksanakan pada hari Selasa, 8 Januari 2013 di gedung B (RM.Notohamiprodjo ) pukul 08.30 s.d. selesai di Komplek Kementerian Keuangan di Jalan Wahidin no.1 Jakarta Pusat. Mengetahui pengumuman tersebut, aku pun langsung saja memasang niat dalam hati untuk mengikuti kegiatan donor darah tersebut. Alhamdulillah, sebelumnya aku sudah pernah 2 kali donor darah di acara yang sama yang diselenggarakan oleh PMI yang bekerjasama dengan Kementerian Keuangan. Jarak waktu donor ke donor berikutnya kurang lebih 3 bulan. Tentunya dengan persyaratan kondisi fisik serta keadaan darah yang dibutuhkan. Singkat cerita tanpa d...

Cita-Cita Ibunda

“Bila Ibu tak mendengarkan nasihat dari Bapak yang dahulu pernah bapak sampaikan, mungkin Ibu tak akan bisa jadi seperti sekarang ini...” Untuk kesekian kalinya, saya menukilkan kisah Ibunda saya dalam halaman sederhana blog ini. Sebuah kisah yang mengajarkan saya bahwa terkadang hidup tak selamanya sesuai dengan rencana yang telah kita miliki. Rencana hebat sekalipun itu. Terkadang hidup justru berjalan apa adanya. Di luar dugaan. Hingga pada akhirnya, kita akan tersadarkan, betapa hebatnya rencana Tuhan. Ibunda. Saat itu ia adalah seorang wanita muda yang baru saja menikah. Yah, tentulah dengan bapak yang sampai saat ini masih menemaninya. Sebagai seorang lulusan diploma III akademi perawat dari sebuah universitas di Sumatera Utara, ibunda juga memiliki cita-cita.  Sebuah cita-cita sederhana. Menjadi perawat di sebuah rumah sakit. Ketika menikah dengan Bapak, Ibu sempat bekerja sebagai perawat di rumah sakit di Kota Medan. Saat Bapak memutuskan untuk hijrah ke Kota ...

PENTINGNYA TOTALITAS DALAM MENGGALI POTENSI DIRI

Jangan pernah berpikir untuk mengejar materi, Jangan pernah berpikir untuk mengejar gelar, Jangan pernah berpikir untuk mengejar jabatan... Tapi, berpikirlah bagaimana agar materi, gelar, dan jabatan yang mengejar anda! Bagaimana caranya? TOTALITAS DALAM MENGGALI KOMPETENSI DIRI Ya, Itulah perkataan dari salah seorang narasumber dalam sebuah dialog (red:Untukmu Indonesia) di TVRI. Sayang, saya belum sempat tahu nama dari nara sumber tersebut. Tapi yang pasti, beliau adalah seorang akademisi dari Universitas Indonesia. Saya sangat tertarik untuk menulis tentang arti sebuah totalitas. Bukan berbicara tentang idealisme yang muluk-muluk. Tapi memang saya merasa bahwa totalitas adalah hal penting yang masih saja sulit untuk diaplikasi dalam kehidupan saya secara pribadi. Kutipan perkataan dari narasumber di atas saya yakini kebenarannya. Karena memang saya juga merasa, seringkali totalitas yang saya jalani selama ini masih belum sepenuhnya ‘’total’’. Masih saja ada berbag...